Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) syair adalah puisi lama yang tiap bait terdiri atas empat larik yang berakhir dengan bunyi yang sama.
B. Ciri-Ciri Syair
Syair mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Terdiri dari empat baris setiap baitnya
2. Terdiri dari bait-bait yang bermakna isi
3. Jumlah kata setiap baris tetap biasanya 4-5 kata
4. Jumlah suku kata dalam setiap baris tetap yaitu 8-12 suku kata
5. Mempunyai rima yang tetap a-a-a-a atau a-b-a-b
Menurut isinya, syair dapat dibagi menjadi lima golongan, yaitu :
1. Syair Panji
2. Syair Romantis
3. Syair Kiasan
4. Syair Sejarah
5. Syair Agama
1. Syair Panji
Syair yang isinya berkaitan dengan kerajaan. Menceritakan orang-orang yang ada di dalam istana maupun orang-orang yang berasal dari istana. Contoh syair panji yang populer adalah“Syair Ken Tambunan”.
Syair Ken Tambuhan adalah syair yang bercerita tentang puteri raja yang cantik, yang ditawan oleh raja Kuripan, dan dikurung dalam taman larangan istana.
Puteri raja yang bernama Raden Mentri kebetulan bertemu dengan Ken Tambuhan dan jatuh cinta padanya.
Ibunya yang takut puterinya akan kawin dengan orang tidak sederajat kemudian mengupah seseorang untuk membunuh Ken Tambuhan.
Sang kaki tangan menyeret Ken Tambuhan ke luar kota, membunuhnya, dan meletakkannya di atas getek untuk dihanyutkan di sungai.
Raden Mentri yang menemukan jenazah Ken Tambuhan lalu bunuh diri. Para dewa yang mengetahui kisah ini merasa iba, dan menghidupkan mereka berdua. Berikut isi Syair Ken Tambunan
Jika tuan menjadi air
Kakang menjadi ikan di pasir
Kata nin tiada kakanda mungkir
Kasih kakang batin dan lahir
Jika tuan menjadi bulan
Kakang menjadi pungguk merawan
Aria ningsun emas tempawan
Janganlah bercerai apalah tuan
Tuang laksana bunga kembang
Kakanda menjadi seekor kumbang
Tuanlah memberi kakanda bimbang
Tiadalah kasihan tuan akan abang
Jika tuan menjadi kayu rampak
Kakanda menjadi seekor merak
Tiadalah mau kakanda berjarak
Seketika pun tiada dapat bergerak
Dengarkan tuan kisa bermula
Citranya ratu dahulu kala
Saban dari batara kala
Negerinya besar tidak bercela(h)
Kakang menjadi ikan di pasir
Kata nin tiada kakanda mungkir
Kasih kakang batin dan lahir
Jika tuan menjadi bulan
Kakang menjadi pungguk merawan
Aria ningsun emas tempawan
Janganlah bercerai apalah tuan
Tuang laksana bunga kembang
Kakanda menjadi seekor kumbang
Tuanlah memberi kakanda bimbang
Tiadalah kasihan tuan akan abang
Jika tuan menjadi kayu rampak
Kakanda menjadi seekor merak
Tiadalah mau kakanda berjarak
Seketika pun tiada dapat bergerak
Dengarkan tuan kisa bermula
Citranya ratu dahulu kala
Saban dari batara kala
Negerinya besar tidak bercela(h)
Nama negerinya Cempaka Jajar
Tahta kerajaan amatlah besar
Tidak terbilang rakyat dan laskar
Segenap negeri kedengaran khabar
Beberapa banyak menteri dimati
Takluk kepada ratu yang sakti
Datang meng(h)adap tidak berhenti
Sebilang tahun menghantarkan upeti
Beberapa raja-raja yang bermahkota
Nunduk hidmat ke bawah tahta
Menghantarkan putranya emas dan harta
Sekalianlah di bawah titah Sang Nata
Demikianlah pesannya Ratu Kuripan
Negerinya cukup alat kelengkapan
Gagah berani usulnya tampan
Banyaklah raja-raja malu dan sopan
Beberapa pula bawahan negeri
Persembahkannya putranya putri
Serta segala anak-anak menteri
Ke bawah duli Ratu Bastari
Masyhurlah wartanya ratu terbilang
Negerinya ramai bukan kepalang
Dengan permainan tidak berselang
Berjamu menteri punggawa hulubalang
Terlalu suka Ratu Pastari
Serta dengan permaisuri
Melihat paras segala putri
Dipeliharakannya seperti putranya sendiri
Diperbuatkan baginda taman suatu
Dipagarnya dengan kota batu
Terlalu indah tamannya itu
Tempat menaruh anak para ratu
Dipagarnya dengan kota batu
Terlalu indah tamannya itu
Tempat menaruh anak para ratu
Di tengah taman sebuah kolam
Di tepinya diikat dengan batu itam
Airnya jernih tiba dalam-dalam
Sekedarnya boleh tempat menyelam
Di tepinya diikat dengan batu itam
Airnya jernih tiba dalam-dalam
Sekedarnya boleh tempat menyelam
Beberapa banyak bawahan istana
Beratur dengan jem(b)atan ratna
Kuntum dan bunga berbagai warna
Burung dan angkasa berjenis di sana
Beratur dengan jem(b)atan ratna
Kuntum dan bunga berbagai warna
Burung dan angkasa berjenis di sana
Di dalam taman sebuah balai
Perhiasannya inda tidak ternilai
Bertulis awan bunga bertangkai
Kalau angkasa berbagai-bagai
Balainya diperbuat empat puluh ruang
Tingkapnya berukir berkerawang
Di batu di cermin kaca diselang
Disinar syams gilang-gemilang
Di sanalah berhimpun segala putri
Beserta sekalian anak menteri
Dititahkan oleh permaisuri
Duduk bertenun sehari-hari
Sebermula Sri Nara Indra
Baginda tua konon sudah berputra
Seorang laki-laki tiada bertara
Raden tua tidak bersaudara
Namanya Inu Kertapati
Arif dan bijak perwira sakti
Parasnya laksana yang sesejati
Segala yang melihat gila beringati
Diperbuatkan baginda sebuah istana
Lengkaplah dengan jambangan setana
Segala permainan ada di sana
Tempatnya itu yang bijaksana
Tujuh belas tahun umurnya anakanda
Terlalu kasih ayahanda dan bunda
Beberapa kedayan yang muda-muda
Sekaliannya anak menteri berbeda
Selamanya besar raden menteri
Mungkin bertambah sayangnya negeri
Memalu gamelan sehari-hari
Berjenis permainan sahaja dicahari
Segala anak menteri yang muda-muda
Berlajar memanah di atas kuda
Sentiasa hadirlah ada
Sedia melayani putra baginda
Tersebutlah kisahnya suatu peri
Citranya ratu diangkat diri
Baginda berputra seorang putri
Parasnya laksana anak-anak sang biduari
Namanya Raden Puspa Kencana
Elok manjelis terlalu bina
Dengan perintah dewa yang gana
Putri pun lenyap di taman setana
Elok manjelis terlalu bina
Dengan perintah dewa yang gana
Putri pun lenyap di taman setana
Adalah kepada suatu hari
Bermain ke taman raden putri
Diiringkan sekalian anak-anak menteri
Inang pengasuh kanan dan kiri
Sudah bersiram lagu memakai
Kalah pun duduk di atas balai
Mangku berbunga berbagai-bagai
Ada yang berkarang ada yang bertangkai
Ramainya tidak lagi terperi
Dengan dayang-dayang anak-anak menteri
Ada yang setengah bertindak menari
Datanglah pertanda Dewa Johari
Sekonyong-konyong gelap gulita
Matahari tidak kelihatan nyata
Kilat dan petir jangan dikata
Sekaliannya tersujutlah anggota
Datanglah dewa dengan hebatnya
Disambarnya putri serta pengasuhnya
Gaib dermata dayang sekaliannya
Masing-masing tersujut dengan tangannya
Gempar dan geger dayang sekalian
Masing-masing berteriak berlarian
Ada yang dahulu ada yang kemudian
Sambil menyeru sengkuta dan binaan
Lenyaplah sudah raden putri
Sekalian menangis pulang berlari
Meng(h)adap Sang Nata dewa laki istri
Baginda pun tersujut tidak terperi
Sekaliannya mengharu dikata
Berdatang sembah dengan airnya mata
Anakanda disambar sukma dewata
Bina dan sengkuta bersama semata
Setelah baginda men(d)engarkan sembah
Kedua laki istri pinginlah merabah
Seisi istana baginda gelabah
Selaku belalang yang kena tubah
Menderulah ratu di dalam puri
Mengatakan hilang raden menteri
Masuklah patih sekalian menteri
Mengerahkan punggawa pergi mencahari
Sekalian menyembah membawa angkatan
Pergi mencahari segenap hutan
Meratalah padang gunung daratan
Ada kulon ada yang ke wetan
Hati beberapa bulan dan termasya
Punggawa mencahari sehabis kuasa
Segenap negeri peminggiran dan dunia
Jurang lautan semuanya diperiksa
Kembalilah segala punggawa menteri
Termasuk meng(h)adap patih Johari
Ratalah sudah beta mencahari
Tiadalah bertemu dengan raden putri
Tiadalah bertemu dengan raden putri
Patih pun segera meng(h)adap Sang Nata
Persembahkan seperti kabar dan warta
Setelah baginda men(d)engarkan kata
Jujur terhambur airnya mata
Jujur terhambur airnya mata
Lebihlah pula menangis permaisuri
Sambil meratap berbagi peri
Anak Angsuna Kemala negeri
Ke manakah tuan membuangkan diri
Ke manakah tuan membuangkan diri
Buah hati emas tempawan
Putranya bunda hanyalah tuan
Hidup dan mati tidak ketahuan
Di desa mana anakku tertawan
Di desa mana anakku tertawan
Putra Angsuna cahaya durja(h
Anakku biasa bunda permanja
Dari kecil sampai remaja
Seperti berhala bunda memuja
Di manakah tempat emas juwita
Dibuangkan oleh sukma dewata
Sampai bunda pergi beserta
Hidup dan mati bersamalah kita
Hidup dan mati bersamalah kita
Di gunung mana anakku diletakkan
Di hutan mana tuan disesatkan
Betapakah perinya minum dan makan
Mengapa bunda tuan tinggalkan
Mengapa bunda tuan tinggalkan
Putraku biasa tidur di tilam
Barangkali terjatuh di hutan yang kelam
Tercampak karangan di jurang yang dalam
Bunda bercinta siang dan malam
Permaisuri menangis menepuk dada
Sambil meratap menyeru anakanda
Putra bangsawan jiwanya bunda
Suramlah cahaya mahkota ayahanda
Sangatlah menangis permaisuri
Selaku pingsan merebahkan diri
Olehnya baginda segera disandari
Ramailah menangis seisinya puri
Adapun akan mangkunegara
Gundah tiada lagi terkira
Belas memandang Raja Putra
Semuanya sudah dalam penjara
Sungguh ia bersuka-suka
Hatinya gundah tiada berketika
Sangat pandai menyamarkan duka
Tiada rupa memandang muka
Jikalau memandang saudaranya
Di dalam penjara yang ketiganya
Berlinang-linang air matanya
Seboleh-bolehnya disamarkannya
Daripada ia tiada takutnya
Pada Prabu Nata ratu bangsawan
Hati yang gundah diliburkan
Dibawanya dengan bersesukaan
Gundah tiada lagi terkira
Belas memandang Raja Putra
Semuanya sudah dalam penjara
Sungguh ia bersuka-suka
Hatinya gundah tiada berketika
Sangat pandai menyamarkan duka
Tiada rupa memandang muka
Jikalau memandang saudaranya
Di dalam penjara yang ketiganya
Berlinang-linang air matanya
Seboleh-bolehnya disamarkannya
Daripada ia tiada takutnya
Pada Prabu Nata ratu bangsawan
Hati yang gundah diliburkan
Dibawanya dengan bersesukaan
Syair Abdul Muluk
Berhentilah kisah raja Hindustan,
Tersebutlah pula suatu perkataan
Abdul Hamit syah padaku sultan,
Duduklah baginda bersuka-sukaan.
Abdul Muluk putra baginda,
Besarlah sudah bangsawan muda,
Cantik majelis usulnya syahdam
Tiga belas tahun umurnya ada.
Paras elok amat sempurna,
Petah menjelis bijak laksana,
Memberi hati bimbang gulana,
Kasih kepadanya mulya dan hina
Berhentilah kisah raja Hindustan,
Tersebutlah pula suatu perkataan
Abdul Hamit syah padaku sultan,
Duduklah baginda bersuka-sukaan.
Abdul Muluk putra baginda,
Besarlah sudah bangsawan muda,
Cantik majelis usulnya syahdam
Tiga belas tahun umurnya ada.
Paras elok amat sempurna,
Petah menjelis bijak laksana,
Memberi hati bimbang gulana,
Kasih kepadanya mulya dan hina
2. Syair Romantis
Syair yang berisi tentang percintaan, pelipur lara, maupun cerita rakyat. Contoh syair romantis yang populer “Syair Bidasari”.
Menurut Van Hoëvell syair ini berasal dari Palembang apabila ditinjau dari sisi linguistiknya. Syair ini juga sempat populer di Eropa pada abad ke-19, dan diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, dan disadur dalam bentuk prosa ke dalam bahasa Perancis.
Syair ini memiliki tema suka cita seorang raja atas kelahiran putrinya yang berujung kedukaan.
Berikut isi Syair Bidasari :
Dengarlah kisah suatu riwayat
Raja di desa negeri Kembayat
Dikarang fakir dijadikan hikayat
Dibuatkan syair serta berniat
Adalah raja sebuah negeri
Sultan Agus bijak bestari
Asalnya baginda raja yang bahari
Melimpah pada dagang biaperi
Kabarnya orang empunya termasa
Baginda itulah raja perkasa
Tiadalah ia merasa susah
Entahlah kepada esok dan lusa
Seri padukan sultan bestari
Setelah ia sudah beristri
Beberapa bulan beberapa hari
Hamillah puteri permaisuri
Demi ditentang duli mahkota
Makinlah hati bertambah cinta
Laksana mendapat bukit permata
Menentang istrinya hamil serta
Beberapa lamanya di dalam kerajaan
Senantiasa ia bersuka-sukaan
Datanglah masa beroleh kedukaan
Baginda meninggalkan takhta kerajaan
Datanglah kepada suatu masa
Melayanglah unggas dari angkasa
Unggas garuda burung perkasa
Menjadi negeri rusak binasa
Datang menyambar suaranya bahna
Gemparlah sekalian mulia dan hina
Seisi negeri gundah gulana
Membawa dirinya barang ke mana
Baginda pun sedang dihadap orang
Mendengarkan gempar seperti perang
Bertitah baginda raja yang garang
Gempar ini apakah kurang
Dengan bismillah permulaan warkat
Diambil kertas kalam diangkat
Pena dan tinta jadi serikat
Menyampaikan hakikat dengan hasrat
Pena menyelam dawat menyambut
Terbentang kertas putih umbut
Kalam menari kata disebut
Jejak terbentang sebagai rambut
Awal mulanya surat direka
Kenangan menyerang tidak berjangka
Siang malam segenap ketika
Wajah Adinda rasa di muka
Surat inilah pengganti diri
Datang menjelang muda bestari
Duduk berbincang berperi-peri
Melepas rindu hati sanubari
Diambil kertas kalam diangkat
Pena dan tinta jadi serikat
Menyampaikan hakikat dengan hasrat
Pena menyelam dawat menyambut
Terbentang kertas putih umbut
Kalam menari kata disebut
Jejak terbentang sebagai rambut
Awal mulanya surat direka
Kenangan menyerang tidak berjangka
Siang malam segenap ketika
Wajah Adinda rasa di muka
Surat inilah pengganti diri
Datang menjelang muda bestari
Duduk berbincang berperi-peri
Melepas rindu hati sanubari
Dalam luang waktu ku coba lupakan..
Sejenak memendam kisah lama yang silam..
Melihat pelangi yang kini t'lah kelam..
Gelap gulita dan sunyi mencekam..
Nampak hadirmu dalam ingatan..
Terlihat jelas tapi menyakitkan..
Walau terasa kau ku dambakan..
Membuat aku dalam kesepian..
Meski kau ku cinta tapi tak sebaliknya..
Kau yang ku puja takkan terlupa..
Seringkali kau nampak senangkan..
Dan tak jarang kau juga menyakitkan..
Kerinduan ini membuatku gila..
Kehilangan dirimu sebuah luka..
Berangan aku tuk selamanya..
Hingga mati pun slalu bersama..
Dan mungkin seandainya nanti..
Mentari tak bersinar lagi..
Kau tetap dan s'lalu disisi..
Menemaniku dalam indahnya surgawi.
Riang tertunda tersita janji..
Bukti lenyap nyaris diingkari..
Tangguhkan angan raih mimpi..
Luluh terkapar menanti dihampiri..
Musnah ambisi lelah meyakinkan..
Hambar niat tawaran ter'abaikan..
Hadirkan kecurigaan mengancam..
Denting meredup sirnalah harapan..
Nafas lepas mata terpana..
Hanya diam mulut menganga..
Masihkah ada pijakan tangga..
Berharap bisikan buka telinga..
Sisa jiwa nyaris terkubur..
Bertahan pantang mundur..
Kami masih ucapkan syukur..
Meski raga kan hancur lebur.
3. Syair Kiasan
Syair yang berisi kiasan atau sindiran kepada suatu peristiwa tertentu yang diungkapkan secara simbolik. Bisa dengan simbol hewan atau buah-buahan. Contoh syair kiasan yang populer “SyairBurung Pungguk”.
Syair Burung Pungguk
Pertama mula Pungguk merindu,
Berbunyilah guruh mendayu-dayu,
Hatinya rawan bercampur pilu,
Seperti dihiris dengan sembilu.
Pungguk bermadah seraya merawan,
“wahai Bulan,terbitlah tuan,
Gundahku tidak berketahuan,
Keluarlah tercelah awan,”
Sebuah tilam kita beradu,
Mendengarkan pungguk merindu,
Suaranya halus tersedu-sedu,
Laksana orang berahikan jodoh
Pungguk merawan setiap bulan,
Sebilang jitun berlompatan,
Bulan mengandung disebelah lautan,
Mendengarnya bersambut-sambutan….
Di atas beraksa berapa lama,
Gilakan cahaya bulan purnama,
Jikalau bulan jatuh kerama,
Di manakah dapat pungguk bersama.
“Pungguk bermadah seraya merawan,
Wahai bulan terbitlah tuan,
Gundahku tidak berketahuan,
Keluarlah bulan tercelah awan,”
Berbunyilah guruh mendayu-dayu,
Hatinya rawan bercampur pilu,
Seperti dihiris dengan sembilu.
Pungguk bermadah seraya merawan,
“wahai Bulan,terbitlah tuan,
Gundahku tidak berketahuan,
Keluarlah tercelah awan,”
Sebuah tilam kita beradu,
Mendengarkan pungguk merindu,
Suaranya halus tersedu-sedu,
Laksana orang berahikan jodoh
Pungguk merawan setiap bulan,
Sebilang jitun berlompatan,
Bulan mengandung disebelah lautan,
Mendengarnya bersambut-sambutan….
Di atas beraksa berapa lama,
Gilakan cahaya bulan purnama,
Jikalau bulan jatuh kerama,
Di manakah dapat pungguk bersama.
“Pungguk bermadah seraya merawan,
Wahai bulan terbitlah tuan,
Gundahku tidak berketahuan,
Keluarlah bulan tercelah awan,”
Syair Ikan Terubuk
Bismillah itu permulaan kalam
Dengan nama Allah Khalik al-‘alam
Melimpahkan rahmat siang dan mala
Kepada segala mukmin dan Islam
Dengan nama Allah Khalik al-‘alam
Melimpahkan rahmat siang dan mala
Kepada segala mukmin dan Islam
Mula dikarang ikan terubuk
Lalai memandang ikan di lubuk
Hati dan jantung bagai serbuk
Laksana kayu dimakan bubuk
Lalai memandang ikan di lubuk
Hati dan jantung bagai serbuk
Laksana kayu dimakan bubuk
Asal terubuk ikan Puwaka
Tempatnya konon dilaut Malaka
Siang dan malam berhati duka
Sedikit tidak menaruh suka
Tempatnya konon dilaut Malaka
Siang dan malam berhati duka
Sedikit tidak menaruh suka
Pagi dan petang duduk bercinta
Berendam dengan airnya mata
Kalbunya tidak menderita
Karena mendengar kabar berita
Berendam dengan airnya mata
Kalbunya tidak menderita
Karena mendengar kabar berita
Pertama mula Terubuk merayu
Berbunyilah guruh mendayu-dayu
Senantiasa berhati sayu
Terkenang putri ikan puyu-puyu
Berbunyilah guruh mendayu-dayu
Senantiasa berhati sayu
Terkenang putri ikan puyu-puyu
Putrid puyu-puyu konon namanya
Didalam kolam konon tempatnya
Cantik majelis barang lakunya
Patutlah dengan budi bahasanya
Didalam kolam konon tempatnya
Cantik majelis barang lakunya
Patutlah dengan budi bahasanya
Kolam tu konon di tanjung padang
Disanalah tempatnya terubuk bertandang
Pinggangnya ramping dadanya bidang
Hancurlah hati terubuk memandang
Disanalah tempatnya terubuk bertandang
Pinggangnya ramping dadanya bidang
Hancurlah hati terubuk memandang
Muda menentang dari saujana
Melihat putri terlalu lena
Hati di dalam bimbang gulana
Duduk bercinta tiada semena
Melihat putri terlalu lena
Hati di dalam bimbang gulana
Duduk bercinta tiada semena
Gundah gulana tidak ketahuan
Lalulah pulang muda bangsawan
Setelah sampai ke tanjung tuan
Siang dan malam igau-igauan
Lalulah pulang muda bangsawan
Setelah sampai ke tanjung tuan
Siang dan malam igau-igauan
Syair Burung Nuri
Paksi Simbangan konon namanya
Cantik dan manis sekalian lakunya
Matanya intan cemerlang cahayanya
Paruhnya gemala tiada taranya
Cantik dan manis sekalian lakunya
Matanya intan cemerlang cahayanya
Paruhnya gemala tiada taranya
Terbangnya Simbangan berperi-peri
Lintas di Kampung Bayan Johari
Terlihatlah kepada putrinya Nuri
Lintas di Kampung Bayan Johari
Terlihatlah kepada putrinya Nuri
Mukanya cemerlang manis berseri
Simbangan mengerling ke atas geta
Samalah sama berjumpa mata
Berkobaran arwah leburlah cinta
Letih dan lesu rasa anggauta
Samalah sama berjumpa mata
Berkobaran arwah leburlah cinta
Letih dan lesu rasa anggauta
4. Syair Sejarah
Syair yang berisi tentang suatu peristiwa sejarah yang penting, misalnya tentang peperangan. Contoh syair sejarah yang populer “Syair Perang Mengkasar”.
Syair Perang Mengkasar dikarang oleh Encik Amin (juru tulis Sultan Hasanuddin). Syair ini menceritakan perang antara VOC dengan kerajaan Gowa yang berlangsung antara tahun 1667-1668.
Uniknya meskipun ditulis di Makassar, syair ini tidak memperlihatkan pengaruh bahasa bugis atau bahasa Makassar, justru kosa kata Aceh dan bahasa Minangkabau yang ada di dalamnya
Bismiâllah itu suatu firman
Fardulah kita kepadanya iman
Muttasil pula dengan rahman
Hasil maksudnya pada yang budiman
Rahman itu sifat
Tiada bercerai dengan kunhi zat
Nyatanya itu tiada bertempat
Barang yang bekal sukar mendapat
Rahim itu sifat yang sedia
Wajiblah kita kepadanya percaya
Barang siapa yang mendapat dia
Dunia akhirat tiada berbahaya
Al-hamduliâllah tahmid yang ajla
Nyatanya dalam kalam Allah ala
Madah terkhusus bagi hak taâ ala
Sebab itulah dikarang oleh wali Allah
Setelah sudah selesai pujinya
Salawat pula akan nabi-Nya
Di sanalah asal mula tajallinya
Kesudahan tempat turun wahyunya
Muhammad itu nabi yang khatam
Mengajak ke hadrat rabbi al-alam
Sesungguhnya dahulu nyatanya (kelam)
Dari pada pancarnya sekalian alam
Salawat itu masyhur lafaznya
Telah termazhur pada makhluknya
Allahumma salliâalaihi akan agamanya
Di sanalah nyata sifat jamalnya
Tuanku sultan yang amat sakti
Akan Allah dan rasul sangatlah bakti
Suci dan ikhlas di dalam hati
Seperti air ma’al-hayati.
Daulatnya bukan barang-barang
Seperti manikam yang sudah di karang
Jikalau dihadap sengala hulubalang
Cahaya durjanya gilang gemilang
Raja berani sangatlah bertuah
Hukumannya ‘adil kalbunya murah
Segenap tahun zakat dan fitrah
Fakir dan miskin sekalian limpah
Sultan di Goa raja yang sabar
Berbuat ‘ibadat terlalu gemar
Menjauhi nahi mendekatkan amar
Kepada pendeta baginda belajar.
Baginda raja yang amat elok
Serasi dengan adinda di telo’
Seperti embun yang sangat sejuk
Cahayanya limpah pada segala makhluk
Tiadalah habis gharib kata
Sempurnalah baginda menjadi sultan
Dengan saudaranya yang sangat berpatutan
Seperti emas mengikat intan
Bijaksana sekali berkata-kata
Sebab berkapit dengan pendeta
Jikalau mendengar khabar berita
Sadarlah baginda benar dan dusta
Kekal ikrar apalah tuanku
Seperti air zamzam di dalam sangku
Barang kehendak sekalian berlaku
Tenteranya banyak bersuku-suku
Patik persembahkan suatu rencana
Mohon ampun dengan karunia
Aturnya janggal banyak ta’kena
Karena ‘akalnya belum sempurna
Mohonkan ampun gharib yang fakir
Memcatatkan asma di dalam sya’ir
Maka patik pun berbuat sindir
Kepada negeri asing supaya lahir
Tuanku ampun fakir yang hina
Sindirnya tidak betapa bena
Menyatakan asma raja yang ghana
Supaya tentu pada segala yang bijaksana
Maka patik berani berdatang sembah
Harapkan ampun karunia yang limpah
Tuanku ampuni hamba Allah
Karena aurnya banyak yang salah
Tamatlah sudah memuji sultan
Tersebutlah perkataan Welanda syaitan
Kornilis Sipalman penghulu kapitan
Raja Palakka jadi panglima
Demikian asal mula pertama
Welanda dan Bugis bersama-sama
Kornilis Sipalman ternama
Raja Palakka menjadi panglima
Berkampunglah Welanda sekalian jenis
Berkatalah Jendral Kapitan yang bengis
Jikalau alah Mengkasar nin habis
Tunderu’ kelak raja di Bugis
Setelah didengar oleh si Tunderu’
Kata jenderal Welanda yang mabuk
Berbangkitlah ia yang duduk
Betalah kelak di medan mengamuk
Akan cakap Bugis yang dusta
Sehari kubedil robohlah kota
Habis kuambil segala harta
Perempuan yang baik bahagian beta
Jika sudah kita alahkan
Segala hasil beta persembahkan
Perintah negeri kita serahkan
Kerajaan di bone’Tunderu’ pohonkan
Setelah didengar oleh jenderal
Cakap Tunderu’ orang yang bebel
Disuruhnya berlengkap segala kapal
Seorang kapitan dijadikan amiral
Putuslah sudah segala musyawarat
Welanda dan bugis membawa alat
Beberapa senapang dengan bangat
Sekalian soldadu di dalam surat.
Tujuh ratus enam puluh soldadu yang muda-muda
Memakai kamsol cara Welanda
Rupanya sikap seperti Garuda
Bermuatlah ke kapal barang yang ada
Delapan belas kapal yang besar
Semuanya habis menarik layer
Turunlah angin barat yang besar
Sampailah ia ke negeri Mengkasar
Di laut Barombong kapal berlabuh
Kata si Bugis nati dibunuh
Jikalau raja yang datang menyuruh
Semuanya tangkap kita perteguh
Pada sangkanya Bugis dan Welanda
Dikatanya takut gerangan baginda
Tambahan Bugis orang yang bida’ah
Barang katanya mengada-ngada
Segala ra’yat yang melihat
Ada yang suka ada yang dahsat
Sekalian rakyat berkampung musyawarat
Masuk mengadap duli hadrat
Daeng dank are masuk ke dalam
Mengadap duli mahkota ‘alam
Berkampunglah segala kaum Islam
Menantikan titah Syahi ‘alam
Akan titah baginda sultan
Siapatah baik kita titahkan
Tanyakan kehendak Welanda syaitan
Hendak berkelahi kita lawan
Menyahut baginda Karaeng Ketapang
Karaeng we jangan hatimu bimbang
Jikalau Welanda hendak berperang
Kita kampungkan sekalian orang
Dititirlah nobat gendering pekanjar
Bunyinya gemuruh seperti tagar
Berhimpunlah ra’yat kecil dan besar
Adalah geger negeri Mengkasar
Bercakaplah baginda Keraeng Popo
Mencabut sunderikyang amat elok
Barang di mana ketumbukan si Tunderu’
Daripada tertawan remaklah habi
Karaeng garasi’ raja yang tua
Barcakap di hadapan anakanda ke dua
Barang kerja akulah bawa
Karena badanku pun sudahlah tua
Karaeng Bonto Majanang saudara Sultan
Sikapnya seperti harimau jantan
Barang ke mana patik dititahkan
Welanda dan Bugis saja kulaawan
Bercakap pula Karaeng Jaranika
Merah padam warnanya muka
Welanda Bugis anjing celaka
Haramlah aku memalingkan muka
Karaeng Panjalingang raja yang bijak
Melompat mencabut keris pandak
Jikalau undur patik nin kelak
Kepada perempuan suruh tempelak
Keraeng Bonto Sunggu raja elok
Bercakap di hadapan Raja Telo’
Biarlah patik menjadi cucuk
Welanda dan Bugis saja kuamuk
Keraeng Balo’ raja yang muda
Bercakap di hadapan paduka kakanda
Jikalau sekadar Bugis dan Welanda
Barang dititahkan patiklah ada
Akan cakap Keraeng Sanderabone
Mencabut sunderik baru dicanai
Jikalau sekadar Sopeng dan Bone
Tambah lagi Sula’ dengan Burne
Jikalau ia mau kemari
Sekapur sirih ia kuberi
Jikalau Allah sudah memberi
Si la'nat Allah kita tampari
Bercakap bage Keraeng Mandale
Ia berkanjar mencabut sunderik
Berdiri melompat seraya bertempik
Barang di mana dititahkan patik
Keraeng Mamu berani sungguh
Bercakap dengan kata yang teguh
Jikalau patik bertemu musuh
Pada barang tempat hambah bertutuh
Negaradipa
Bermula kisah kita mulai
Zaman dahulu zaman bahari
Asal mulanya sebuah negeri
Timbulnya kerajaan Raja di Candi
Zaman dahulu zaman bahari
Asal mulanya sebuah negeri
Timbulnya kerajaan Raja di Candi
Kerajaan bernama Negara Dipa
Raja pertama Empu Jatmika
Putra tunggal Mangkubumi dengan Sitira
Asal Negeri Keling di Tanah Jawa
Raja pertama Empu Jatmika
Putra tunggal Mangkubumi dengan Sitira
Asal Negeri Keling di Tanah Jawa
Mangkubumi saudagar kaya
Kerabat raja yang bijaksana
Berputra seorang elok rupanya
Empu Jatmika konon namanya.
Kerabat raja yang bijaksana
Berputra seorang elok rupanya
Empu Jatmika konon namanya.
Empu Jatmika terus bertambah usianya
Hingga dewasa menjadi cendikia
Dikawinkan dengan Sira Manguntur namanya
Putri cantik pandai bertutur kata.
Hingga dewasa menjadi cendikia
Dikawinkan dengan Sira Manguntur namanya
Putri cantik pandai bertutur kata.
Empu Mandastana dan Lambung Mangkurat
Kakak beradik tampan gagah muda belia
Itulah namanya putra Empu Jatmika
Sama elok sama tampan sama pandainya.
Kakak beradik tampan gagah muda belia
Itulah namanya putra Empu Jatmika
Sama elok sama tampan sama pandainya.
Karena sudah keadaan
Sakitlah Mangkubumi yang dipertuan
Hamba sahaya semua bersedih menaruh kasihan
Kemudian semua sanak famili dikumpulkan.
Sakitlah Mangkubumi yang dipertuan
Hamba sahaya semua bersedih menaruh kasihan
Kemudian semua sanak famili dikumpulkan.
Saudagar Mangkubumi yang dipertuan
Sakitnya bertambah tidak tertahan
Selalu dijaga seluruh handai taulan
Dari hari berganti bulan.
Sakitnya bertambah tidak tertahan
Selalu dijaga seluruh handai taulan
Dari hari berganti bulan.
Setelah Mangkubumi merasa tidak kuat bertahan
Saatnya dunia yang fana harus ditinggalkan
Nafas terengah air mata mengalir perlahan
Lemah tak berdaya sekujur badan.
Saatnya dunia yang fana harus ditinggalkan
Nafas terengah air mata mengalir perlahan
Lemah tak berdaya sekujur badan.
Empu Jatmika dan kedua putranya
Duduk bersimpuh bersama ibunya
Membelai mencium tangan ayahanda
Duduk terpekur membaca doa.
Duduk bersimpuh bersama ibunya
Membelai mencium tangan ayahanda
Duduk terpekur membaca doa.
Lalu berkata Mangkubumi tercinta
Meninggalkan amanat kepada anakda
Hadirin mendengar dengan hikmatnya
Diterimalah wasiat oleh anak cucunya.
Meninggalkan amanat kepada anakda
Hadirin mendengar dengan hikmatnya
Diterimalah wasiat oleh anak cucunya.
Adapun amanat yang ditinggalkannya
Kepada anaknya Empu Jatmika
Tersusun bunyi kata-katanya
Harus kerjakan diingat pula.
Kepada anaknya Empu Jatmika
Tersusun bunyi kata-katanya
Harus kerjakan diingat pula.
Wahai anakku Empu Jatmika
Serta cucuku Empu Mandastana
Lambung Mangkurat duduk beserta
Sira Manguntur dan neneknya Sitira.
Serta cucuku Empu Mandastana
Lambung Mangkurat duduk beserta
Sira Manguntur dan neneknya Sitira.
Jika aku sudah tak ada lagi
Meninggalkan dunia yang fana ini
Pertama-tama jagalah diri
Martabat keluarga dijunjung tinggi.
Meninggalkan dunia yang fana ini
Pertama-tama jagalah diri
Martabat keluarga dijunjung tinggi.
Kedua pula janganlah kikir
Bersikaplah adil tak boleh mungkir
Hormatilah pula setiap orang pakir
Setiap tindakan harus dipikir.
Bersikaplah adil tak boleh mungkir
Hormatilah pula setiap orang pakir
Setiap tindakan harus dipikir.
Selain itu sebagai ketiga
Sesudah aku meninggalkan dunia
Hendaklah turut dan kerjakan segera
Pergilah anakda dari negeri kita.
Sesudah aku meninggalkan dunia
Hendaklah turut dan kerjakan segera
Pergilah anakda dari negeri kita.
Sebabnya itu wahai anakku tersayang
Di negeri Keling negeri kita sekarang
Banyaklah orang sebagai penghalang
Yang iri dengki selalu datang.
Di negeri Keling negeri kita sekarang
Banyaklah orang sebagai penghalang
Yang iri dengki selalu datang.
5. Syair Agama
Syair yang berisi tentang ajaran ilmu tasawuf. Syair agama terbagi menjadi empat, yaitu : syair sufi, syair tentang ajaran Islam, syair riwayat Nabi, dan syair nasihat.
Janganlah engkau berbuat maksiat
Janganlah engkau berbuat jahat
Segeralah engkau bertaubat
Agar selamat dunia akhirat
Janganlah engkau bertakabur
Perbanyaklah engkau bertapakur
Mendapatkan nikmat harus bersyukur
Agar selamat dari siksa kubur
Ayat-ayat suci yang selalu ku ucapkan
Solat lima waktu kulaksanakan
Dzikir-dzikir selalu ku lantunkan
Ibadah kepadamu tuhan
Bertaubatlah setelah berbuat salah
Karena kita makhluk yang lemah
Bantu aku dan tuntunlah
Untuk menggapai surgamu yang indah
Dunia ini memang tua
Sebaiknya jangan untuk huru hara
Ibadahlah memohon ampun kepada-Nya
Sesungguhnya hanya engkau yang sempurna
Mari kita semua sahabat
Perbanyak lah membaca sholawat
Seksa kubur semua lewat
Menuju ke alam akhirat
Wahai Ananda dengarlah pesan
Pakai olehmu sifat anak jantan
Bertanggung jawab dalam perbuatan
Beban dipikul pantang dielakkan
Wahai Ananda intan pilihan
Sifat tanggung jawab engkau amalkan
Berani mencencang terpotong tangan
Berani berhutang tumbuhlah beban
Wahai Ananda permata hikmat
Tanggung jawabmu hendaklah ingat
Berani menanggung sebab akibat
Berani berbuat tangan dikebat
Wahai Ananda intan terserlah
Bertanggung jawab dalam bertingkah
Berani menanggung sakit dan susah
Berani mati mempertahankan lidah
Wahai Ananda Bunda berpesan
Tanggung jawabmu jangan tinggalkan
Sakit dan perih engkau tahankan
Aib dan malu engkau tampungkan
Pakai olehmu sifat anak jantan
Bertanggung jawab dalam perbuatan
Beban dipikul pantang dielakkan
Wahai Ananda intan pilihan
Sifat tanggung jawab engkau amalkan
Berani mencencang terpotong tangan
Berani berhutang tumbuhlah beban
Wahai Ananda permata hikmat
Tanggung jawabmu hendaklah ingat
Berani menanggung sebab akibat
Berani berbuat tangan dikebat
Wahai Ananda intan terserlah
Bertanggung jawab dalam bertingkah
Berani menanggung sakit dan susah
Berani mati mempertahankan lidah
Wahai Ananda Bunda berpesan
Tanggung jawabmu jangan tinggalkan
Sakit dan perih engkau tahankan
Aib dan malu engkau tampungkan
Inilah gerangan suatu madah
mengarangkan syair terlalu indah
membetuli jalan tempat berpindah
di sanalah i’tikat diperbetuli sudah
mengarangkan syair terlalu indah
membetuli jalan tempat berpindah
di sanalah i’tikat diperbetuli sudah
Wahai muda kenali dirimu,
ialah perahu tamsil tubuhmu,
tiadalah berapa lama hidupmu,
ke akhirat jua kekal diammu.
ialah perahu tamsil tubuhmu,
tiadalah berapa lama hidupmu,
ke akhirat jua kekal diammu.
Hai muda arif-budiman
hasilkan kemudi dengan pedoman
alat perahumu jua kerjakan
itulah jalan membetuli insan
hasilkan kemudi dengan pedoman
alat perahumu jua kerjakan
itulah jalan membetuli insan
Perteguh jua alat perahumu
hasilkan bekal air dan kayu
dayung pengayuh taruh di situ
supaya laju perahumu itu
hasilkan bekal air dan kayu
dayung pengayuh taruh di situ
supaya laju perahumu itu
Sudahlah hasil kayu dan ayar
angkatlah pula sauh dan layar
pada beras bekal jantanlah taksir
niscaya sempurna jalan yang kabir
angkatlah pula sauh dan layar
pada beras bekal jantanlah taksir
niscaya sempurna jalan yang kabir
Perteguh jua alat perahumu
muaranya sempit tempatmu lalu
banyaklah di sana ikan dan hiu
menanti perahumu lalu dari situ.
muaranya sempit tempatmu lalu
banyaklah di sana ikan dan hiu
menanti perahumu lalu dari situ.
Muaranya dalam, ikanpun banyak
di sanalah perahu karam dan rusak
karangnya tajam seperti tombak
ke atas pasir kamu tersesak
di sanalah perahu karam dan rusak
karangnya tajam seperti tombak
ke atas pasir kamu tersesak
Ketahui olehmu hai anak dagang
riaknya rencam ombaknya karang
ikanpun banyak datang menyarang
hendak membawa ke tengah sawang.
riaknya rencam ombaknya karang
ikanpun banyak datang menyarang
hendak membawa ke tengah sawang.
Muaranya itu terlalu sempit,
di manakan lalu sampan dan rakit
jikalau ada pedoman dikapit,
sempurnalah jalan terlalu ba’id.
di manakan lalu sampan dan rakit
jikalau ada pedoman dikapit,
sempurnalah jalan terlalu ba’id.
Comments
Post a Comment