Suatu hari, kulihat kau pergi,
sempat sambil menangis,
dan berucap tak akan kembali lagi.
Lalu, aku dengan tegasnya kata dan kerasnya hati
berusaha melepaskan kau pergi,
kukatakan :
'Pergi saja! kita memang tak pernah ditakdirkan untuk bersama'
Waktu demi waktu berlalu.
Aku dengan hidupku,
kau dengan hidupmu.
Sementara cinta kita, entah ada di mana.
Mungkin saja ia bersembunyi,
menunggu waktu yang tepat untuk muncul lagi.
Atau bisa saja ia sudah berlari,
jenuh dan memang ingin selamanya pergi.
Aku terseok-seok saat itu.
Sepi, sendiri, dan kenangan sungguh benar-benar enggan pergi.
Aku tak tahu bagaimana denganmu.
Namun sungguh, aku rindu segala hal tentang kamu.
Aku malu mengingat-ingat kembali,
bahwa seharusnya tidak ada kita yang terpisah.
Aku enggan mengakui,
bahwa memenangkan ego sama sekali tidak membahagiakan diri.
Aku marah mengetahui,
bahwa kau ternyata juga merasa yang sama,
hanya lagi-lagi; egomu lebih juara.
Beberapa pertanyaan tiba-tiba saja muncul di kepalaku :
Adakah gunanya sikapku saat itu yang menjauhimu setengah mati?
Adakah gunanya janjimu untuk tak kembali lagi?
Karena nyatanya, menjauhi cinta itu sungguh tidak ada gunanya...
Comments
Post a Comment